Jumat, 20 Desember 2013

Teori Pertukaran

"+"

STRUKTURALISME PERTUKARAN: 
PETER M. BLAU



A. Selayang Pandang Mengenal Peter M. Blau
Blau dilahirkan di sebuah kota Wina Austria pada 7 Pebruari 1918 M dan  meninggal dunia tanggal 12 Maret 2002. Di usianya yang ke 19 tahun, Blau bermigrasi ke Amerika Serikat tahun 1939 dan pada tahun 1942 Blau telah menjadi warga negara AS. Tahun 1952 Blau menyelesaikan Ph.D dari Universitas Columbia, selanjutnya mendapat penghargaan dalam bidang ilmu sosiologi karena sumbangsihnya tentang organisasi formal.
Bersana Otis Dudley Dunca, Blau menulis sebuah buku The American Occupational Structure. Dari karya ilmiah yang disusunnya itu, mereka dapat memenagkan hadiah bergengsi Sorokin Award dari American Sosiological Association tahun 1968. Buku tersebut merupakan kontribusi sangat penting bagi studi sosiologi tentang stratifikasi sosial.
Selain itu ia juga merupakan sosok yang berada di barisan terdepan pakar teori struktural. Karyanya dalam bidang struktural yakni Structural Context of Opourtunities (1994) dan Crosscutting Social Circles (1997) yang ditulis bersama dengan Schwartz (George Ritzer, 1996: 279). Karya monumental Blau adalah Exchange and Power in Social Life (1964) yang merupakan komponen utama tentang teori-teori pertukaran masa kini.

B. Strategi Teoretik Blau

Berbeda dengan Homans yang concern dengan penjelasan-penjelasan deduktif, Blau menawarkan apa yang dia sebut sebagai “pendahuluan teoretis”, atau dalam istilah lain, “sketsa konseptual” yang bisa dijadikan pijakan bagi terbangunnya teori yang lebih matang. Guna menjalankan strategi ini, Blau memiliki dua pokok pikiran, yaitu: (1) mengkonseptualisasi sejumlah proses pertukaran langsung dan sederhana yang muncul di dalam jaringan interaksi yang lebih sempit; (2) mengembangkan perbaikan konseptual untuk memasukkan beberapa kompleksitas yang melekat di dalam proses pertukaran langsung yang lebih kecil ke dalam sistem sosial yang lebih besar (Jonathan H Turner, 1974: 265).

C. Teori Pertukaran Blau
Blau bermaksud menganalisis struktur sosial yang lebih kompleks melebihi Homans yang memusatkan perhatian pada bentuk-bentuk kehidupan sosial mendasar. Homans sudah puas bekerja pada  tingkat perilaku, tetapi menurut Blau pekerjaan seperti itu hanyalah sebagai alat saja untuk mencapai tujuan yang lebih besar. Lebih intens lagi Blau memusatkan perhatian pada proses pertukaran yang mengatur kebanyakan perilaku manusia dan melandasi hubungan antar individu maupun antar kelompok (Ritzer,1996: 369). Ada empat langkah berurutan mulai dari pertukaran antar pribadi ke struktur sosial hingga ke perubahan sosial, langkah tersebut yaitu:
1.      Pertukaran atau transaksi antar individu yang menuju ke social change
2.      Diferensiasi status  dan kekuasaan yang mengarah ke social change.
3.      Legitimasi dan pengorganisasian yang menyebarkan bibit dari sosial change.
4.      Oposisi dan perubahan (Ritzer,1996: 369).
Pada tingkat individual Blau dan Hormans tertarik pada proses yang sama, tetapi konsep pertukaran sosial Blau terbatas pada tindakan yang tergantung pada reaksi pemberian hadiah dari orang lain. Tindakan ini segera berhenti bila reaksi yang diaharapkan tidak kunjung datang. Orang saling tertarik karena berbagai alasan yang membujuk mereka untuk membangun kelompok sosial. Segera setelah ikatan awal dibentuk, hadiah yang saling diberikan akan membantu mempertahankan dan meningkatkan ikatan. Situasi sebaliknyapun mungkin terjadi, karena hadiah tidak mencukupi, ikatan kelompok dapat melemah atau bahkan hancur. Hadiah yang dipertukarkan dapat berupa sesuatu yang bersifat intrinsik, seperti cinta, kasih sayang dan rasa hormat, atau sesuatu yang bernilai ekstrinsik seperti uang dan tenaga kerja fisik. Orang yang terlibat dalam ikatan kelompok tak selalu dapat saling memberikan hadiah secara setara. Bila terjadi ketimpangan dalam pertukaran hadiah, maka akan timbul perbedaan kekuasaan dalam kelompok. (Ritzer, 1996: 369).
Bila satu orang membutuhkan sesuatu dari orang lain, tetapi tidak memberikan apapun yang sebanding sebagai tukarannya, maka tersedia empat kemungkinan. Pertama, orang itu dapat memaksa orang lain untuk membantunya. Kedua, orang itu akan mencari sumber lain untuk memenuhi kebutuhannya. Ketiga, orang itu dapat mencoba terus bergaul dengan baik tanpa mendapatkan apa yang dibutuhkannya dari orang lain. Keempat, dan paling penting, orang itu mungkin akan menundukkan diri terhadap orang lain dan dengan demikian memberikan orang lain itu ”penghargaan yang sama” dalam hubungan antar mereka. Orang lain kemudian dapat menarik penghargaan yang diberikan itu ketika menginginkan orang yang ditundukkan itu melakukan sesuatu.
Disini pendapat Blau sama dengan Homans, tetapi Blau meluaskan teorinya hingga ke tingkat fakta sosial. Dalam fakta sosial muncullah struktur sosial dari interaksi sosial. Dalam interkasi sosial terjadilah keinginan untuk dapat diterima dalam kelompok tersebut. Salah satu cara agar diterima dalam kelompok dengan cara menawarkan  hadiah kepada orang lain. Dalam menawarkan hadiah tersebut pada umumnya menimbulkan persatuan kelompok dan persaingan kelompok yang pada akhirnya muncullah diferensiasi sosial (Ritzer, 1996: 370). Realitas sosial dapat terjadi karena terlalu banyak orang mencoba saling memberikan kesan dengan kemampuan mereka menawarkan hadiah.
Orang yang mampu menawarkan hadiah terbaik, paling besar peluangnya untuk menempati posisi pemimpin. Selanjutnya orang yang yang kurang mampu memberikan hadiah biasanya tergantung pada pemimpinnya.
Dalam mengamati organisasi sosial, Blau memusatkan perhatian pada sub-kelompok. Contohnya, ia menyatakan bahwa kelompok pemimpin dan oposisi ada dalam kedua jenis organisasi sosial tersebut. Pada  jenis organisasi pertama, kedua sub-kelompok itu lahir dari proses interaksi. Pada jenis organisasi kedua, kelompok pemimpin dan oposisi yang dibangun di dalam struktur organisasi. Perbedaan kedua jenis organisasi sosial itu merupakan fakta yang tak terelakkan. (Ritzer, 1996: 371)

D. Prinsip-Prinsip Pertukaran Dasar

Ada beberapa prinsip pertukaran yang dikemukan oleh Blau (dalam Jonathan, 1974: 266-270) berkaitan dengan teori pertukaran yakni:
1.      Semakin banyak seseorang mengharapkan orang lain untuk melakukan  aktivitas-aktivitas tertentu, dia akan semakin mungkin untuk melakukan aktivitas tersebut.
2.      Semakin banyak seseorang saling menukar hadiah (reward) dengan yang lain, akan semakin memungkinkan munculnya kewajiban-kewajiban timbal balik yang mengarahkan timbulnya pertukaran-pertukaran  antar kedua orang tersebut.
3.      Semakin (sering) kewajiban-kewajiban timbal balik dari sebuah hubungan pertukaran (exchange relationship) itu dilanggar, kelompok-kelompok yang melanggar itu akan diberi sangsi negatif.
4.      Semakin sering reward yang diinginkan itu diberikan untuk aktivitas yang dilakukan, maka aktivitas itu akan semakin kurang bernilai dan semakin kecil kemungkinan kegiatan itu dilakukan.
5.      Semakin kuat relasi-relasi pertukaran terjadi, maka semakin memungkinkan relasi-relasi pertukaran itu diatur oleh norma-norma “pertukaran yang fair” (fair exchange).
6.      Semakin sedikit norma-norma itu direalisasikan dalam sebuah pertukaran, semakin memungkinkan kelompok yang melanggar norma tersebut akan dipinggirkan.
7.      Semakin stabil dan seimbang hubungan pertukaran antar kelompok yang ada, maka hubungan pertukaran antar kelompok lain menjadi semakin tidak stabil dan tidak seimbang.

Menurut analisis penulis, tujuh prinsip tersebut diatas merupakan bentuk kejelian Blau dalam mengamati teori pertukaran dalam format  asumsi  yang tentunya merupakan fenomena sosial yang  sangat mungkin terjadi dalam interkasi sosial. Dalam fakta sosial, faktor reward (hadiah) mempunyai peran strategis --khususnya bagi si penerima-- sehinga menumbuhkan respon positif yang berimplikasi terhadap bentuk hubungan saling ketergantungan satu dengan yang lainya (hubungan interdependensi).

E. Proses Pertukaran Dasar Dalam Kehidupan  Masyarakat

1.  Sistem Pertukaran Dasar
Blau mengawali pembahasan tentang proses pertukaran dasar dengan asumsi bahwa orang-orang masuk ke dalam suatu pertukaran sosial karena mereka merasa mungkin untuk mendapatkan reward (Prinsip 1). Blau melabeli persepsi dengan “social attraction” (daya tarik sosial), Blue mampostulasikan bahwa hubungan yang tidak memiliki daya tarik semacam itu tidak bisa disebut hubungan pertukaran (relationships of exchange). Pada saat memasuki suatu relasi  pertukaran, masing-masing aktor mengasumsikan perspektif orang lain, dan dengan demikian memunculkan sejumlah persepsi dari kebutuhan-kebutuhan lainnya. Masing-masing aktor memanipulasi presentasi atau penampilan dirinya sehingga tampak bagus dan keren yang memungkinkan orang lain tertarik (Jonathan, 1974: 270-271).
Manakala seseorang mampu menekankan kerelaan di dalam sebuah relasi pertukaran, menurut Blau dia memiliki “power” karena dia memiliki kemapuan untuk menahan diri dari mengharapkan reward, dan dengan demikian dia akan menghukum orang yang mengharapkan imbalan. Untuk mengkonsptualisasikan tingkat kekuatan yang dimiliki oleh individu, Blau memformulasikan empat pernyataan yang menentukan kekuatan individu dalam menentukan keihlasan kepada orang lain:
1.      Semakin banyak pelayanan yang diberikan oleh seseorang sebagai imbalan dari pelayanan yang bernilai, maka semakin kecil nilai keihlasan.
2.      Semakin banyak orang memilki alternatif sumber-sumber reward, maka semakin kecil keihlasan terhadap pelayanan yang bernilai itu.  
3.      Semakin sering orang-orang yang menerima pelayanan-pelayanan penting dari orang lain menggunakan kekuatan fisik dan pemaksaan, maka orang yang memberikan pelayanan itu semakin tidak ihlas.
4.      Semakin besar kemungkinan orang-orang yang menerima pelayanan bernilai bisa berbuat sesuatu tanpa mereka, maka orang yang memberikan pelayanan itu semakin tidak ihlas (Jonathan, 1974: 272).
Bagi Blau, perbedaan kekuatan (power differentials) di dalam suatu kelompok melahirkan dua kekuatan berbeda, yaitu:
1.      memaksakan ke arah persatuan (strains toward  integration)
2.      memaksakan ke arah oposisi dan konflik (strains toward opposition and conflict).

2. Prediksi Kemunculan Konflik
Bukan kebetulan, ketika Blau melakukan diskusi kecil mengenai kondisi-kondisi yang mengarah kepada bentuk-bentuk oposisi yang terus meningkat. Analisis Blau mirip dengan analisis Dahrendorf tentang kondisi teknis, politik dan sosial dari konflik suatu kelompok:
1)      Semakin tidak seimbang relasi pertukaran antara orang yang sangat kuat dengan yang lemah, semakin besar kemungkinan munculnya oposisi terhadap kekuatan tersebut.
a.      Semakin banyak norma-norma timbal balik dilanggar oleh superordinat, maka ketidakseimbangan akan semakin besar
b.      Semakin sering norma-norma pertukaran yang fair dilanggar oleh superordinat, maka ketidakseimbangan akan semakin besar
2)      Semakin banyak mengalami ketidakseimbangan hubungan kolektif dengan superordinat, semakin besar mereka merasakan tekanan, dan semakin memungkinkan mereka beroposisi dengan penguasa.
a.      Semakin sempit jarak yang tercipta antara subordinat, semakin memungkinkan mereka mengalami hubungan kolektif yang tidak seimbang dengan superordinat.
b.      Semakin banyak kelompok subordinat berkomunikasi satu sama lain, semakin besar kemungkinan mereka mengalami hubungan kolektif yang tidak seimbang dengan superordinat.
3)      Semakin banyak subordinat mengalami tekanan kolektif di dalam hubungan pertukaran dengan superordinat, maka semakin mungkin mereka untuk mengkodifikasi tekanan mereka secara ideologis, dan semakin besar mereka beroposisi terhadap kekuatan itu.
4)      Semakin besar deprivasi subordinat terkodifikasi secara ideologis, maka akan semakin tinggi rasa solidaritas antar subordinat itu, dan semakin besar kemungkinan oposisi mereka terhadap kekuatan itu.
5)      Semakin besar rasa solidaritas antar subordinat, maka akan semakin mampu mereka menentukan oposisi itu sebagai sebuah gerkan yang terhormat dan berharga, dan semakin besar kemungkinan mereka beroposisi terhadap kekuatan itu.
6)      Semakin besar rasa solidaritas ideologis, maka akan semakin mungkin bagi para subordinat untuk melihat oposisi sebagai tujuan akhir dalam subordinat sendiri, dan semakin besar kemungkinan oposisi mereka terhadap kekuatan dimaksud (Jonathan, 1974: 277).

3.  Sistem Pertukaran Kompleks
Mengingat proses umum tentang daya tarik, kompetisi, perbedaan, integrasi dan oposisi merupakan tanda di dalam pertukaran antar makro struktur, maka ada sejumlah perbedaan penting antara pertukaran-pertukaran tersebut dan pertukaran-pertukaran antar mikro struktur:
1.      Dalam pertukaran yang kompleks antar makro struktur, signifikansi “shared values” meningkat, karena melalui nilai-nilai itu maka pertukaran antar makro struktur terjembatani.
2.      Jaringan pertukaran antar makro struktur biasanya secara tipikal terlembagakan. Ketika pertukaran spontan merupakan gambaran kehidupan sosial yang muncul di mana-mana, ada tatanan sejarah yang ditegakkan yang membatasi jalannya proses pertukaran dasar dari daya tarik, kompetisi, perbedaan, integrasi dan bahkan oposisi
3.      Karena makro struktur sendiri merupakan hasil dari proses pertukaran yang lebih dasar, analisis makro struktur membutuhkan analisis lebih dari satu level organisasi sosial (Jonathan, 1974:  279)

F.  Norma dan Nilai
Selanjutnya dalam pandangan Blau, mekanisme yang menengahi antara struktur sosial yang kompleks itu adalah norma dan nilai yang ada dalam masyarakat. Secara tegas Blau menjelaskan bahwa:
Kesepakatan bersama atas nilai dan norma digunakan sebagai media kehidupan sosial dan sebagai mata rantai yang menghubungkan transaksi sosial. Norma dan nilai memungkinkan pertukaran sosial tak langsung dan menentukan proses integrasi dan diferensiasi sosial dalam struktur sosial yang kompleks dan menentukan perkembangan organisasi dan reorganisasi sosial didalamnya. (dalam Ritzer, 1996: 372)


Konsep norma menurut Blau mengalihkan perhatian dari tingkat pertukaran antara individu dan kolektivitas ke tingkat kehidupan kemasyarakatan pada skala terluas dan upaya menganalisis hubungan antara kolektivitas. Bahkan lebih tegas Blau menguraikan:

Common values of various types can be conceived of as social transactions that expand the compass of social interaction and structure of social relations through social space and time consensus on sosial values serves as basis for extending the range of social transaction beyond the limits of direct social contact and for perpetuating social stuctutures beyond the life span of human beings. Value standards can be considered media of social life in two senses of the term, the value are the mediating links for social associations on broad scale (Ritzer, 1996, 277). (Nilai bersama yang terdiri dari berbagai jenis dapat dibayangkan sebagai media transaksi sosial yang memperluas batas interaksi sosial dan struktur hubungan sosial melalui waktu dan ruang sosial. Konsensus mengenai nilai sosial menyediakan basis untuk memperluas jarak transaksi sosial melampaui batas-batas umur manusia. Standar nilai dapat dianggap sebagi media kehidupan sosial dalam dua arti istilah. Konteks nilai adalah medium yang mencetak bentuk hubungan sosial dan nilai bersama berfungsi menghubungkan antara kelompok dan transaksi sosial pada tingkat skala luas)


Dalam ungkapan tersebut di atas Blau mengganti peran individu dengan berbagai fakta sosial serta memusatkan perhatian pada faktor yang mempersatukan unit-unit sosial pada tingkat skala luas dan faktor yang memisahkaknnya ke dalam bagian-bagian kecil. Dalam upaya memperluas teori pertukaran, Blau  menyadari  bahwa teori pertukaran terutama memusatkan perhatian pada hubungan tatap muka. Akibatnya perlu dilengkapi dengan orientasi teoretis lain yang memuaskan perhatian pada stuktur makro.

G.   Citra  Blau tentang Masyarakat
Organisasi di dalam masyarakat pasti berupaya untuk mengambil keuntungan satu sama lain, sehingga menciptakan situasi di mana mereka sama-sama “tertarik” untuk —dan dalam kompetisi dengan—satu sama lain. Disamping kompetisi ini, perbedaan hirarkis antara organisasi yang sukses dan organisasi yang kurang sukses muncul pada kesempatan yang sama. Diferensiasi semacam itu menciptakan munculnya spesialisasi dalam bidang yang berbeda antar organisasi yang kurang sukses karena mereka berusaha untuk menyediakan barang-barang dan pelayanan-pelayanan khusus bagi organisasi yang dominan dan antar mereka sendiri. Jika diferensiasi dan spesialisasi antara organisasi itu menyediakan sarana yang efektif bagi terciptanya integrasi, maka organisasi politik yang berbeda-beda seharusnya juga muncul untuk mengatur pertukaran mereka. Organisasi politik semacam itu memiliki kekuatan dan dipandang legitimate hanya sepanjang dianggap oleh individu dan organisasi sesuai dengan nilai-nilai kultural yang ada. Secara tipikal organisasi politik memiliki sejumlah tujuan, yaitu: a) mengatur jaringan pertukaran tidak langsung yang kompleks mengenai ketaatan pada hukum; b) mengontrol kompetisi hukum di dalam organisasi yang dominan, dan dengan demikian memberikan jaminan sumber daya langka; dan c) melindungi jaringan pertukaran yang telah ada dalam organisasi, terutama yang memiliki kekuasaan, dari rongrongan atas reward tersebut oleh organisasi-organisasi yang melawan pembagian sumber daya (Jonathan, 1974:  286-287)
Mengembangkan asumsi-asumsi Dahrendorf dan Coser, Blau mengkonseptualisasikan oposisi sebagai representasi “sebuah kekuatan regeneratif yang menyelipkan vitalitas ke dalam sebuah struktur sosial dan menjadi dasar reorganisasi sosial”. Walaupun demikian, sejauhmana oposisi bisa mengakibatkan perubahan sosial yang dramatis dibatasi oleh kekuatan yang berlawanan dalam pola organisasi dalam pertukaran kompleks:
1.      interdependensi mayoritas organisasi terhadap reward memberikan benturan kepentingan di dalam status quo, sehingga mengakibatkan penolakan yang kuat terhadap organisasi-organisasi oposisi;
2.      Organisasi dominan, yang memiliki kekuatan untuk memberikan reward secara independen terhadap organisasi politik lain, biasanya memiliki benturan kepentingan yang kuat dalam tatanan yang ada, dan karenanya menjadi jaminan atas penolakan mereka terhadap perubahan orientasi dalam organisasi;
3.      Melalui pengontrolan terhadap distribusi sumber daya-sumber daya yang bernilai, baik organisasi dominan dan maupun organisasi politik sama-sama berada pada posisi strategis untuk membuat konsesi-konsesi penting terhadap kelompok-kelompok oposisi;
4.      Gerakan oposisi harus menyelesaikan internalisasi nilai oleh kelompok mayoritas; dan tanpa kontrol terhadap alat-alat sosialisasi, seruan ideologis mereka tidak akan mendapatkan simpati massa; dan
5.      Masyarakat tersusun dari jaringan-jaringan pertukaran dalam organisasi yang kompleks memunculkan mobilitas sosial yang tinggi (high level of social mobility) dalam hirarki organisasi itu, sehingga meningkatkan kesulitan-kesulitan yang terjadi dalam pengorganisasian konstituen yang stabil (Jonatahan, 1974:  288).

Pendek kata, Blau menawarkan “citra masyarakat” yang bervariasi untuk dibangun diantara perspektif teoretis di dalam ilmu sosiologi yang banyak muncul belakangan ini.

H.  Kritik atas Perspektif Pertukaran Blau

Teori Blau yang cukup bagus tidak berarti sepi dari kritik, khususnya ketika teori itu dikomparasikan dengan kontroversi perspektif  pertukaran Homans, antara lain:
1.      Sistem Konsep atau Proposisi
Analisis Blau adalah penggabungan taksonomi konseptual dan generalisasi teoretis. Sebagaimana yang telah dipaparkan dalam tujuh prinsip pertukaran, prinsip-prinsip abstrak ini tidak dijelaskan. Blau tidak benar-benar siap untuk menampilkan tugas tersebut. Apa yang dilakukan oleh Blau lebih tampak pada “ikatan-ikatan konsep”, sebab istilah-istilah Blau seperti integrasi, mediasi, institusi organisasional, kategori sosial, komunitas, sistem analisis, dan lain-lain, hanya dalam dataran konseptual tanpa disertai dengan fenomena-fenomena yang konkrit dan jelas  (Jonathan, 1974: 290).
 
2.      Isu Pengulangan
Ada anggapan bahwa teori yang dikemukakan oleh Blau merupakan pengulangan, sekalipun terma pengulangan itu sendiri masih subyektif. Isu pengulangan dalam teori pertukaran berkisar pada pertanyaan apakah nilai reward dikonseptualisasikan atau bisa diukur dari nilai “aktivitas”. Namun demikian, Blau masih lebih bagus ketimbang Homans, sebab Blau telah berusaha untuk mendefinisikan tipe-tipe reward yang umum, seperti uang, kesesuaian, kerelaan, dll, ke dalam istilah-istilah nilai karena keikutsertaannya di dalam pertukaran (Jonathan: 292).
3.      Menjembatani Kesenjangan Antara Mikro dan Makro
Ada beberapa masalah dari upaya Blau untuk menjembatani kesenjangan analisis antara mikro dan makro, yaitu: pertama, definisi Blau tentang “kolektivitas terorganisir” tampak melebar sehingga kolektivitas itu meliputi fenomena-fenomena yang disusun dari kelompok-kelompok kecil hingga organisasi yang kompleks; kedua, tambahan konsep Blau untuk mengkalkulasi perbedaan-perbedaan di level organisasi hanya sekilas dari kesenjangan antara makro dan mikro tanpa memberikan uraian konsep apa yang dibutuhkan untuk memahami level makro organisasi sosial yang meningkat; dan ketiga, presentasi Blau tentang konsep-konsep pertukaran dan penggabungannya ke dalam prinsip-prinsip pertukaran masih samar-samar (Jonathan, 1974: 292).









DAFTAR PUSTAKA


Blau, Peter M, (1964), Exchange and Power in Social Life, Chicago: John Willey & Son, INC

Johnson, Paul Doyle, (1990), Teori Sosiologi Klasik dan Modern, terj Rober M.Z. Laang, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Ritzer, George, (1996), Modern Sociological Theory, New York: The McGraw-Hill Companies INC

Ritzer, George dan Douglas J Goodman, (2004), Teori Sosiologi Modern, terj. Alimandan, Jakarta: Kencana

Turner, Jonathan H, (1974), The Structure of  Sociological Theory, USA: The Dorsey Press


Tidak ada komentar:

Posting Komentar