STRUKTURALISME PERTUKARAN:
PETER M. BLAU
A. Selayang
Pandang Mengenal Peter M. Blau
Blau dilahirkan di sebuah kota Wina Austria pada 7 Pebruari 1918 M
dan meninggal dunia tanggal 12 Maret
2002. Di usianya yang ke 19 tahun, Blau bermigrasi ke Amerika Serikat tahun
1939 dan pada tahun 1942 Blau telah menjadi warga negara AS. Tahun 1952 Blau menyelesaikan
Ph.D dari Universitas Columbia, selanjutnya mendapat penghargaan dalam bidang
ilmu sosiologi karena sumbangsihnya tentang organisasi formal.
Bersana Otis Dudley Dunca, Blau menulis sebuah buku The
American Occupational Structure. Dari karya ilmiah yang disusunnya itu, mereka
dapat memenagkan hadiah bergengsi Sorokin Award dari American
Sosiological Association tahun 1968. Buku tersebut merupakan kontribusi
sangat penting bagi studi sosiologi tentang stratifikasi sosial.
Selain itu ia juga merupakan sosok yang berada di
barisan terdepan pakar teori struktural. Karyanya dalam bidang struktural yakni
Structural Context of Opourtunities (1994) dan Crosscutting Social
Circles (1997) yang ditulis bersama dengan Schwartz (George Ritzer, 1996: 279).
Karya monumental Blau adalah Exchange and Power in Social Life (1964) yang
merupakan komponen utama tentang teori-teori pertukaran masa kini.
B. Strategi Teoretik Blau
Berbeda dengan Homans yang concern dengan
penjelasan-penjelasan deduktif, Blau menawarkan apa yang dia sebut sebagai
“pendahuluan teoretis”, atau dalam istilah lain, “sketsa konseptual” yang bisa
dijadikan pijakan bagi terbangunnya teori yang lebih matang. Guna menjalankan
strategi ini, Blau memiliki dua pokok pikiran, yaitu: (1) mengkonseptualisasi
sejumlah proses pertukaran langsung dan sederhana yang muncul di dalam jaringan
interaksi yang lebih sempit; (2) mengembangkan perbaikan konseptual untuk memasukkan
beberapa kompleksitas yang melekat di dalam proses pertukaran langsung yang
lebih kecil ke dalam sistem sosial yang lebih besar (Jonathan H Turner, 1974: 265).
C. Teori
Pertukaran Blau
Blau bermaksud menganalisis struktur sosial yang lebih
kompleks melebihi Homans yang memusatkan perhatian pada bentuk-bentuk kehidupan
sosial mendasar. Homans sudah puas bekerja pada
tingkat perilaku, tetapi menurut Blau pekerjaan seperti itu hanyalah
sebagai alat saja untuk mencapai tujuan yang lebih besar. Lebih intens lagi
Blau memusatkan perhatian pada proses pertukaran yang mengatur kebanyakan
perilaku manusia dan melandasi hubungan antar individu maupun antar kelompok
(Ritzer,1996: 369). Ada
empat langkah berurutan mulai dari pertukaran antar pribadi ke struktur sosial
hingga ke perubahan sosial, langkah tersebut yaitu:
1.
Pertukaran atau transaksi antar individu yang menuju ke
social change
2.
Diferensiasi status dan kekuasaan yang mengarah ke social
change.
3.
Legitimasi dan pengorganisasian yang menyebarkan bibit
dari sosial change.
4.
Oposisi dan perubahan (Ritzer,1996: 369).
Pada tingkat individual Blau dan Hormans tertarik pada
proses yang sama, tetapi konsep pertukaran sosial Blau terbatas pada tindakan
yang tergantung pada reaksi pemberian hadiah dari orang lain. Tindakan ini
segera berhenti bila reaksi yang diaharapkan tidak kunjung datang. Orang saling
tertarik karena berbagai alasan yang membujuk mereka untuk membangun kelompok
sosial. Segera setelah ikatan awal dibentuk, hadiah yang saling diberikan akan
membantu mempertahankan dan meningkatkan ikatan. Situasi sebaliknyapun mungkin
terjadi, karena hadiah tidak mencukupi, ikatan kelompok dapat melemah atau
bahkan hancur. Hadiah yang dipertukarkan dapat berupa sesuatu yang bersifat
intrinsik, seperti cinta, kasih sayang dan rasa hormat, atau sesuatu yang
bernilai ekstrinsik seperti uang dan tenaga kerja fisik. Orang yang terlibat
dalam ikatan kelompok tak selalu dapat saling memberikan hadiah secara setara.
Bila terjadi ketimpangan dalam pertukaran hadiah, maka akan timbul perbedaan
kekuasaan dalam kelompok. (Ritzer, 1996: 369).
Bila satu orang membutuhkan sesuatu dari orang lain,
tetapi tidak memberikan apapun yang sebanding sebagai tukarannya, maka tersedia
empat kemungkinan. Pertama, orang itu dapat memaksa orang lain untuk
membantunya. Kedua, orang itu akan mencari sumber lain untuk memenuhi
kebutuhannya. Ketiga, orang itu dapat mencoba terus bergaul dengan baik
tanpa mendapatkan apa yang dibutuhkannya dari orang lain. Keempat, dan
paling penting, orang itu mungkin akan menundukkan diri terhadap orang lain dan
dengan demikian memberikan orang lain itu ”penghargaan yang sama” dalam hubungan
antar mereka. Orang lain kemudian dapat menarik penghargaan yang diberikan itu
ketika menginginkan orang yang ditundukkan itu melakukan sesuatu.
Disini pendapat Blau sama dengan Homans, tetapi Blau
meluaskan teorinya hingga ke tingkat fakta sosial. Dalam fakta sosial muncullah
struktur sosial dari interaksi sosial. Dalam interkasi sosial
terjadilah keinginan untuk dapat diterima dalam kelompok tersebut. Salah satu
cara agar diterima dalam kelompok dengan cara menawarkan hadiah kepada orang lain. Dalam menawarkan
hadiah tersebut pada umumnya menimbulkan persatuan kelompok dan persaingan kelompok
yang pada akhirnya muncullah diferensiasi sosial (Ritzer, 1996: 370). Realitas
sosial dapat terjadi karena terlalu banyak orang mencoba saling memberikan
kesan dengan kemampuan mereka menawarkan hadiah.
Orang yang mampu menawarkan hadiah terbaik, paling
besar peluangnya untuk menempati posisi pemimpin. Selanjutnya orang yang yang
kurang mampu memberikan hadiah biasanya tergantung pada pemimpinnya.
Dalam mengamati organisasi sosial, Blau memusatkan
perhatian pada sub-kelompok. Contohnya, ia menyatakan bahwa kelompok pemimpin
dan oposisi ada dalam kedua jenis organisasi sosial tersebut. Pada jenis organisasi pertama, kedua sub-kelompok
itu lahir dari proses interaksi. Pada jenis organisasi kedua, kelompok pemimpin
dan oposisi yang dibangun di dalam struktur organisasi. Perbedaan kedua jenis
organisasi sosial itu merupakan fakta yang tak terelakkan. (Ritzer, 1996: 371)
D. Prinsip-Prinsip Pertukaran Dasar
1.
Semakin banyak seseorang mengharapkan orang lain untuk
melakukan aktivitas-aktivitas tertentu,
dia akan semakin mungkin untuk melakukan aktivitas tersebut.
2.
Semakin banyak seseorang saling menukar hadiah (reward)
dengan yang lain, akan semakin memungkinkan munculnya kewajiban-kewajiban
timbal balik yang mengarahkan timbulnya pertukaran-pertukaran antar kedua orang tersebut.
3.
Semakin (sering) kewajiban-kewajiban timbal balik dari
sebuah hubungan pertukaran (exchange relationship) itu dilanggar, kelompok-kelompok
yang melanggar itu akan diberi sangsi negatif.
4.
Semakin sering reward yang diinginkan itu
diberikan untuk aktivitas yang dilakukan, maka aktivitas itu akan semakin
kurang bernilai dan semakin kecil kemungkinan kegiatan itu dilakukan.
5.
Semakin kuat relasi-relasi pertukaran terjadi, maka semakin
memungkinkan relasi-relasi pertukaran itu diatur oleh norma-norma “pertukaran
yang fair” (fair exchange).
6.
Semakin sedikit norma-norma itu direalisasikan dalam
sebuah pertukaran, semakin memungkinkan kelompok yang melanggar norma tersebut
akan dipinggirkan.
7.
Semakin stabil dan seimbang hubungan pertukaran antar
kelompok yang ada, maka hubungan pertukaran antar kelompok lain menjadi semakin
tidak stabil dan tidak seimbang.
Menurut analisis penulis, tujuh prinsip tersebut
diatas merupakan bentuk kejelian Blau dalam mengamati teori pertukaran dalam
format asumsi yang tentunya merupakan fenomena sosial
yang sangat mungkin terjadi dalam
interkasi sosial. Dalam fakta sosial, faktor reward (hadiah) mempunyai
peran strategis --khususnya bagi si penerima-- sehinga menumbuhkan respon
positif yang berimplikasi terhadap bentuk hubungan saling ketergantungan satu
dengan yang lainya (hubungan interdependensi).
E. Proses Pertukaran Dasar Dalam Kehidupan Masyarakat
1. Sistem Pertukaran Dasar
Blau mengawali pembahasan tentang proses pertukaran
dasar dengan asumsi bahwa orang-orang masuk ke dalam suatu pertukaran sosial
karena mereka merasa mungkin untuk mendapatkan reward (Prinsip 1). Blau
melabeli persepsi dengan “social attraction” (daya tarik sosial), Blue
mampostulasikan bahwa hubungan yang tidak memiliki daya tarik semacam itu tidak
bisa disebut hubungan pertukaran (relationships of exchange). Pada saat
memasuki suatu relasi pertukaran,
masing-masing aktor mengasumsikan perspektif orang lain, dan dengan demikian
memunculkan sejumlah persepsi dari kebutuhan-kebutuhan lainnya. Masing-masing
aktor memanipulasi presentasi atau penampilan dirinya sehingga tampak bagus dan
keren yang memungkinkan orang lain tertarik (Jonathan, 1974: 270-271).
Manakala seseorang mampu menekankan kerelaan di dalam
sebuah relasi pertukaran, menurut Blau dia memiliki “power” karena dia
memiliki kemapuan untuk menahan diri dari mengharapkan reward, dan
dengan demikian dia akan menghukum orang yang mengharapkan imbalan. Untuk
mengkonsptualisasikan tingkat kekuatan yang dimiliki oleh individu, Blau memformulasikan
empat pernyataan yang menentukan kekuatan individu dalam menentukan
keihlasan kepada orang lain:
1.
Semakin banyak pelayanan yang diberikan oleh seseorang sebagai
imbalan dari pelayanan yang bernilai, maka semakin kecil nilai keihlasan.
2.
Semakin banyak orang memilki alternatif sumber-sumber reward,
maka semakin kecil keihlasan terhadap pelayanan yang bernilai itu.
3.
Semakin sering orang-orang yang menerima pelayanan-pelayanan
penting dari orang lain menggunakan kekuatan fisik dan pemaksaan, maka orang
yang memberikan pelayanan itu semakin tidak ihlas.
4.
Semakin besar kemungkinan orang-orang yang menerima
pelayanan bernilai bisa berbuat sesuatu tanpa mereka, maka orang yang
memberikan pelayanan itu semakin tidak ihlas (Jonathan, 1974: 272).
Bagi Blau, perbedaan kekuatan (power differentials)
di dalam suatu kelompok melahirkan dua kekuatan berbeda, yaitu:
1.
memaksakan ke arah persatuan (strains toward
integration)
2.
memaksakan ke arah oposisi dan konflik (strains
toward opposition and conflict).
2. Prediksi Kemunculan
Konflik
Bukan kebetulan, ketika Blau melakukan diskusi kecil
mengenai kondisi-kondisi yang mengarah kepada bentuk-bentuk oposisi yang
terus meningkat. Analisis Blau mirip dengan analisis Dahrendorf tentang kondisi
teknis, politik dan sosial dari konflik suatu kelompok:
1)
Semakin tidak seimbang relasi pertukaran antara orang
yang sangat kuat dengan yang lemah, semakin besar kemungkinan munculnya oposisi
terhadap kekuatan tersebut.
a.
Semakin banyak norma-norma timbal balik dilanggar oleh
superordinat, maka ketidakseimbangan akan semakin besar
b.
Semakin sering norma-norma pertukaran yang fair
dilanggar oleh superordinat, maka ketidakseimbangan akan semakin besar
2)
Semakin banyak mengalami ketidakseimbangan hubungan kolektif
dengan superordinat, semakin besar mereka merasakan tekanan, dan semakin
memungkinkan mereka beroposisi dengan penguasa.
a.
Semakin sempit jarak yang tercipta antara subordinat,
semakin memungkinkan mereka mengalami hubungan kolektif yang tidak seimbang
dengan superordinat.
b.
Semakin banyak kelompok subordinat berkomunikasi satu
sama lain, semakin besar kemungkinan mereka mengalami hubungan kolektif yang
tidak seimbang dengan superordinat.
3)
Semakin banyak subordinat mengalami tekanan kolektif di
dalam hubungan pertukaran dengan superordinat, maka semakin mungkin mereka
untuk mengkodifikasi tekanan mereka secara ideologis, dan semakin besar mereka
beroposisi terhadap kekuatan itu.
4)
Semakin besar deprivasi subordinat terkodifikasi secara
ideologis, maka akan semakin tinggi rasa solidaritas antar subordinat itu, dan
semakin besar kemungkinan oposisi mereka terhadap kekuatan itu.
5)
Semakin besar rasa solidaritas antar subordinat, maka
akan semakin mampu mereka menentukan oposisi itu sebagai sebuah gerkan yang
terhormat dan berharga, dan semakin besar kemungkinan mereka beroposisi
terhadap kekuatan itu.
6)
Semakin besar rasa solidaritas ideologis, maka akan
semakin mungkin bagi para subordinat untuk melihat oposisi sebagai tujuan akhir
dalam subordinat sendiri, dan semakin besar kemungkinan oposisi mereka terhadap
kekuatan dimaksud (Jonathan, 1974: 277).
3. Sistem Pertukaran Kompleks
Mengingat proses umum tentang daya tarik, kompetisi,
perbedaan, integrasi dan oposisi merupakan tanda di dalam pertukaran antar
makro struktur, maka ada sejumlah perbedaan penting antara
pertukaran-pertukaran tersebut dan pertukaran-pertukaran antar mikro struktur:
1.
Dalam pertukaran yang kompleks antar makro struktur,
signifikansi “shared values” meningkat, karena melalui nilai-nilai itu maka
pertukaran antar makro struktur terjembatani.
2.
Jaringan pertukaran antar makro struktur biasanya secara
tipikal terlembagakan. Ketika pertukaran spontan merupakan gambaran kehidupan
sosial yang muncul di mana-mana, ada tatanan sejarah yang ditegakkan yang
membatasi jalannya proses pertukaran dasar dari daya tarik, kompetisi,
perbedaan, integrasi dan bahkan oposisi
3.
Karena makro struktur sendiri merupakan hasil dari
proses pertukaran yang lebih dasar, analisis makro struktur membutuhkan
analisis lebih dari satu level organisasi sosial (Jonathan, 1974: 279)
F. Norma dan Nilai
Selanjutnya dalam pandangan Blau, mekanisme yang
menengahi antara struktur sosial yang kompleks itu adalah norma dan nilai
yang ada dalam masyarakat. Secara tegas Blau menjelaskan bahwa:
Kesepakatan bersama
atas nilai dan norma digunakan sebagai media kehidupan sosial dan sebagai mata
rantai yang menghubungkan transaksi sosial. Norma dan nilai memungkinkan
pertukaran sosial tak langsung dan menentukan proses integrasi dan diferensiasi
sosial dalam struktur sosial yang kompleks dan menentukan perkembangan
organisasi dan reorganisasi sosial didalamnya. (dalam Ritzer, 1996: 372)
Konsep norma menurut Blau mengalihkan perhatian dari
tingkat pertukaran antara individu dan kolektivitas ke tingkat kehidupan
kemasyarakatan pada skala terluas dan upaya menganalisis hubungan antara
kolektivitas. Bahkan lebih tegas Blau menguraikan:
Common
values of various types can be conceived of as social transactions that expand
the compass of social interaction and structure of social relations through
social space and time consensus on sosial values serves as basis for extending
the range of social transaction beyond the limits of direct social contact and
for perpetuating social stuctutures beyond the life span of human beings. Value
standards can be considered media of social life in two senses of the term, the
value are the mediating links for social associations on broad scale (Ritzer,
1996, 277). (Nilai bersama yang terdiri dari berbagai jenis dapat dibayangkan
sebagai media transaksi sosial yang memperluas batas interaksi sosial dan
struktur hubungan sosial melalui waktu dan ruang sosial. Konsensus mengenai
nilai sosial menyediakan basis untuk memperluas jarak transaksi sosial melampaui
batas-batas umur manusia. Standar nilai dapat dianggap sebagi media kehidupan sosial
dalam dua arti istilah. Konteks nilai adalah medium yang mencetak bentuk
hubungan sosial dan nilai bersama berfungsi menghubungkan antara kelompok dan
transaksi sosial pada tingkat skala luas)
Dalam ungkapan tersebut di atas Blau mengganti peran
individu dengan berbagai fakta sosial serta memusatkan perhatian pada faktor
yang mempersatukan unit-unit sosial pada tingkat skala luas dan faktor yang
memisahkaknnya ke dalam bagian-bagian kecil. Dalam upaya memperluas teori
pertukaran, Blau menyadari bahwa teori pertukaran terutama memusatkan
perhatian pada hubungan tatap muka. Akibatnya perlu dilengkapi dengan orientasi
teoretis lain yang memuaskan perhatian pada stuktur makro.
G. Citra Blau tentang Masyarakat
Organisasi di dalam
masyarakat pasti berupaya untuk mengambil keuntungan satu sama lain, sehingga
menciptakan situasi di mana mereka sama-sama “tertarik” untuk —dan dalam
kompetisi dengan—satu sama lain. Disamping kompetisi ini, perbedaan hirarkis
antara organisasi yang sukses dan organisasi yang kurang sukses muncul pada
kesempatan yang sama. Diferensiasi semacam itu menciptakan munculnya
spesialisasi dalam bidang yang berbeda antar organisasi yang kurang sukses
karena mereka berusaha untuk menyediakan barang-barang dan pelayanan-pelayanan
khusus bagi organisasi yang dominan dan antar mereka sendiri. Jika diferensiasi
dan spesialisasi antara organisasi itu menyediakan sarana yang efektif bagi
terciptanya integrasi, maka organisasi politik yang berbeda-beda seharusnya
juga muncul untuk mengatur pertukaran mereka. Organisasi politik semacam itu
memiliki kekuatan dan dipandang legitimate hanya sepanjang dianggap oleh
individu dan organisasi sesuai dengan nilai-nilai kultural yang ada. Secara
tipikal organisasi politik memiliki sejumlah tujuan, yaitu: a) mengatur
jaringan pertukaran tidak langsung yang kompleks mengenai ketaatan pada hukum;
b) mengontrol kompetisi hukum di dalam organisasi yang dominan, dan dengan
demikian memberikan jaminan sumber daya langka; dan c) melindungi jaringan
pertukaran yang telah ada dalam organisasi, terutama yang memiliki kekuasaan,
dari rongrongan atas reward tersebut oleh organisasi-organisasi yang melawan
pembagian sumber daya (Jonathan, 1974: 286-287)
Mengembangkan
asumsi-asumsi Dahrendorf dan Coser, Blau mengkonseptualisasikan oposisi sebagai
representasi “sebuah kekuatan regeneratif yang menyelipkan vitalitas ke dalam
sebuah struktur sosial dan menjadi dasar reorganisasi sosial”. Walaupun
demikian, sejauhmana oposisi bisa mengakibatkan perubahan sosial yang dramatis
dibatasi oleh kekuatan yang berlawanan dalam pola organisasi dalam pertukaran
kompleks:
1. interdependensi
mayoritas organisasi terhadap reward memberikan benturan kepentingan di
dalam status quo, sehingga mengakibatkan penolakan yang kuat terhadap
organisasi-organisasi oposisi;
2. Organisasi
dominan, yang memiliki kekuatan untuk memberikan reward secara
independen terhadap organisasi politik lain, biasanya memiliki benturan
kepentingan yang kuat dalam tatanan yang ada, dan karenanya menjadi jaminan
atas penolakan mereka terhadap perubahan orientasi dalam organisasi;
3. Melalui
pengontrolan terhadap distribusi sumber daya-sumber daya yang bernilai, baik
organisasi dominan dan maupun organisasi politik sama-sama berada pada posisi
strategis untuk membuat konsesi-konsesi penting terhadap kelompok-kelompok
oposisi;
4. Gerakan
oposisi harus menyelesaikan internalisasi nilai oleh kelompok mayoritas; dan
tanpa kontrol terhadap alat-alat sosialisasi, seruan ideologis mereka tidak
akan mendapatkan simpati massa ;
dan
5. Masyarakat
tersusun dari jaringan-jaringan pertukaran dalam organisasi yang kompleks
memunculkan mobilitas sosial yang tinggi (high level of social mobility) dalam
hirarki organisasi itu, sehingga meningkatkan kesulitan-kesulitan yang terjadi
dalam pengorganisasian konstituen yang stabil (Jonatahan, 1974: 288).
Pendek kata, Blau menawarkan “citra masyarakat” yang bervariasi
untuk dibangun diantara perspektif teoretis di dalam ilmu sosiologi yang banyak
muncul belakangan ini.
H. Kritik atas Perspektif Pertukaran Blau
Teori Blau yang cukup bagus tidak berarti sepi dari
kritik, khususnya ketika teori itu dikomparasikan dengan kontroversi perspektif
pertukaran Homans, antara lain:
1.
Sistem Konsep atau Proposisi
Analisis Blau adalah penggabungan taksonomi konseptual
dan generalisasi teoretis. Sebagaimana yang telah dipaparkan dalam tujuh
prinsip pertukaran, prinsip-prinsip abstrak ini tidak dijelaskan. Blau tidak
benar-benar siap untuk menampilkan tugas tersebut. Apa yang dilakukan oleh Blau
lebih tampak pada “ikatan-ikatan konsep”, sebab istilah-istilah Blau seperti
integrasi, mediasi, institusi organisasional, kategori sosial, komunitas,
sistem analisis, dan lain-lain, hanya dalam dataran konseptual tanpa disertai
dengan fenomena-fenomena yang konkrit dan jelas (Jonathan, 1974: 290).
2.
Isu Pengulangan
3.
Menjembatani Kesenjangan Antara Mikro dan Makro
Ada beberapa masalah dari upaya Blau untuk
menjembatani kesenjangan analisis antara mikro dan makro, yaitu: pertama,
definisi Blau tentang “kolektivitas terorganisir” tampak melebar
sehingga kolektivitas itu meliputi fenomena-fenomena yang disusun dari
kelompok-kelompok kecil hingga organisasi yang kompleks; kedua, tambahan
konsep Blau untuk mengkalkulasi perbedaan-perbedaan di level organisasi hanya
sekilas dari kesenjangan antara makro dan mikro tanpa memberikan uraian konsep
apa yang dibutuhkan untuk memahami level makro organisasi sosial yang
meningkat; dan ketiga, presentasi Blau tentang konsep-konsep pertukaran
dan penggabungannya ke dalam prinsip-prinsip pertukaran masih samar-samar (Jonathan,
1974: 292).
DAFTAR PUSTAKA
Blau, Peter M, (1964), Exchange and Power in Social Life,
Chicago : John
Willey & Son, INC
Johnson, Paul Doyle, (1990), Teori Sosiologi Klasik dan
Modern, terj Rober M.Z. Laang, Jakarta :
PT Gramedia Pustaka Utama.
Ritzer, George, (1996), Modern Sociological Theory, New York : The
McGraw-Hill Companies INC
Ritzer, George dan Douglas J Goodman, (2004), Teori
Sosiologi Modern, terj. Alimandan, Jakarta :
Kencana
Turner, Jonathan H, (1974), The Structure of Sociological Theory , USA : The Dorsey Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar